JAKARTA, Chief Executive Officer (CEO) Arsari Group, Hashim Djojohadikusumo, mengungkapkan, Presiden terpilih Prabowo Subianto berencana menurunkan tarif pajak perusahaan alias Pajak Penghasilan (PPh) badan dari 22% saat ini menjadi 20%.
“Tarif pajak 22% akan diturunkan jadi 20%, kita (akan) mendekati Singapura dan Hong Kong, ini yang mau saya tegaskan,” kata Hashim saat berdialog dengan Ketua Umum (Ketum) Kadin Indonesia, Anindya Novyan Bakrie dan para pengurus serta anggota Kadin lainnya di Menara Kadin, Jakarta, Senin (7/10/2024).
Menurut Hashim Djojohadikusumo, melalui kebijakan tersebut, pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dapat meningkatkan penerimaan negara sejalan dengan bertumbuhnya dunia usaha dan meningkatnya kepatuhan wajib pajak (WP) badan.
Hashim menjelaskan, Prabowo-Gibran juga membidik peningkatan rasio pajak terhadap produk domestik bruto (PDB) atau tax ratio yang saat ini dianggap terlalu kecil, yaitu 10-10,5%.
“Selain itu, pemerintahan Prabowo-Gibran akan menyasar sejumlah oknum pengusaha sektor kelapa sawit yang terindikasi tidak patuh pajak, demi menggenjot penerimaan negara,” ujar dia.
300 Perusahaan Tak Patuh Pajak
Hashim Djojohadikusumo mengaku telah mengantongi sekitar 300 perusahaan sawit yang tidak patuh pajak. Data tersebut diperoleh dari Kementerian Koordinator bidang Maritim dan Investasi, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), serta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Perusahaan-perusahaan tersebut, kata dia, mengokupansi jutaan hektare hutan sawit. Jika pemerintah mampu mengejar setoran pajak dari 300 perusahaan tersebut, terdapat potensi penerimaan negara sekitar Rp 300 triliun yang dapat dimanfaatkan untuk program prioritas Prabowo-Gibran, seprti makan bergizi gratis.
“Setiap Rp 50 triliun kita tutup kebocoran, kita bisa beri makan gratis pagi dan siang untuk 9 juta jiwa,” tandas Dewan Penasihat Kadin Indonesia tersebut.
Adik kandung Prabowo itu menambahkan, pemerintahan ke depan pun akan membidik target penerimaan negara mencapai 23% dari total PDB nasional. Target ini tertuang dalam Astacita yang dicanangkan Prabowo-Gibran. “Target itu telah kami rumuskan bersama tim. Target ini bukanlah sesuatu yang mustahil,” tegas dia.
Hashim menekankan, dibandingkan negara-negara lain di Asia Tenggara, Indonesia masih tertinggal dalam urusan rasio penerimaan. Kamboja, misalnya, kini memiliki rasio penerimaan di kisaran 18%, bahkan rasio penerimaan Vietnam mencapai 23%.
Sebaliknya, total penerimaan dalam negeri Indonesia yang bersumber dari pajak, penerimaan negara bukan pajak (PNBP), cukai, dan lain-lain tahun ini diperkirakan hanya mencapai kisaran 12,7%.
“Kenapa (Indonesia tertinggal)? Karena penegakan aturan belum maksimal. Di Kamboja (penegakan aturan) lebih maksimal, di Vietnam apalagi. Waktu itu pejabat Bank Dunia bertemu tim saya. Mereka katakan There’s no reason why you cannot reach Kambodia, there’s no reason why you cannot reach Vietnam,” papar dia.