Home Berita Kadin Waketum Kadin Nofel Saleh Hilabi: Momentum Pencabutan Moratorium PMI dan Transformasi Digital

Waketum Kadin Nofel Saleh Hilabi: Momentum Pencabutan Moratorium PMI dan Transformasi Digital

by Admin

Jakarta – Pencabutan moratorium pengiriman pekerja migran Indonesia (PMI) ke Arab Saudi kini memasuki babak baru yang menjanjikan.

Pertama, pembentukan Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia menandai peningkatan perhatian pemerintah.

Kedua, Arab Saudi, di bawah kepemimpinan Raja Salman bin Abdulaziz Al Saud, telah bertransformasi menjadi negara yang lebih terbuka dan modern, menciptakan lingkungan yang lebih kondusif bagi perlindungan PMI.

“Kita sudah mendapatkan momentum untuk mengakhiri moratorium yang sudah diberlakukan lebih dari satu dasawarsa,” ujar Wakil Ketua Umum (WKU) Bidang Penempatan, Pelatihan, Perlindungan dan Pasca-Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri Kadin Indonesia, Nofel Saleh Hilabi, pada Sabtu (15/03/2025).

Ia merespons positif rencana pemerintah untuk mengaktifkan kembali pengiriman PMI secara legal ke Arab Saudi, yang selama ini menjadi penyumbang devisa terbesar melalui remitansi.

Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto telah memberikan persetujuan untuk pencabutan moratorium pengiriman PMI ke Arab Saudi, terutama karena potensi devisa dari remitansi PMI dari Arab Saudi yang diperkirakan mencapai sekitar Rp31 triliun per tahun.

“Ya, pesan dari Bapak Prabowo adalah agar moratorium segera dicabut, mengingat peluang yang sangat besar. Devisa remitensi yang akan masuk kemungkinan lebih besar lagi jika Indonesia mampu menempatkan PMI lebih dari 600.000 orang,” ungkap Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) Abdul Kadir Karding setelah bertemu dengan Prabowo di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (14/03/2025).

Moratorium pengiriman PMI ke Arab Saudi pertama kali diberlakukan oleh pemerintah Indonesia pada tahun 2011, sebagai respons terhadap kasus eksekusi mati TKI tanpa pemberitahuan.

Kebijakan ini juga dipicu oleh banyaknya laporan kasus kekerasan terhadap pekerja migran. Pemerintah kemudian memperluas cakupan moratorium pada tahun 2015 dengan melarang pengiriman tenaga kerja domestik ke 19 negara di Timur Tengah, termasuk Arab Saudi.

Sejalan dengan rencana pencabutan moratorium, Kadin Indonesia akan bersinergi dengan Kementerian P2MI untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja yang akan ditempatkan di berbagai negara tujuan.

“Kadin memberikan dukungan penuh terhadap pencabutan moratorium ini, sebagai langkah yang tepat dari Presiden Prabowo Subianto dan Kementerian P2MI,” tegas Nofel.

Ia juga menekankan bahwa rencana pencabutan moratorium ini bertepatan dengan modernisasi yang sedang berlangsung di Arab Saudi, baik dari segi budaya maupun digitalisasi pengawasan pekerja migran.

“Banyak sekali perubahan-perubahan di Timur Tengah. Dulu perempuan tidak boleh nyetir mobil. Sekarang perempuan Arab Saudi bisa. Bisa jalan kemana-mana. Dulu perempuan Arab Saudi harus wajib pakai cadar. Nah sekarang bahkan tanpa kerudung pun banyak. Sekarang momentum perubahan besar. Jadi modernisasi di Timur Tengah ini sudah terjadi, dan menjadi peluang besar bagi Indonesia untuk memanfaatkannya,” jelas Nofel.

Salah satu momentum penting lainnya adalah penerapan sistem pengawasan terpadu atau one gate system oleh pemerintah Arab Saudi, yang didukung oleh digitalisasi. Sistem ini memungkinkan perlindungan yang lebih optimal bagi pekerja migran.

Nofel memberikan contoh, jika seorang majikan di Arab Saudi tidak membayar gaji pekerja migran, ia tidak akan dapat memperoleh bantuan pekerja migran di masa mendatang.

Perusahaan penyedia pekerja migran yang terlibat juga akan dikenakan sanksi berupa penghentian sementara izin operasional. Perpindahan tempat kerja oleh pekerja migran juga dapat dipantau secara real-time melalui sistem monitoring.

“Dan ada pertukaran data antara pemerintah Timur Tengah dan Indonesia, termasuk Kadin,” tambah Nofel.

Sementara di dalam negeri, momentum positif juga tercipta dengan pemisahan Kementerian Ketenagakerjaan dan Kementerian P2MI. Hal ini menunjukkan fokus pemerintah pada perlindungan PMI melalui Kementerian P2MI.

Langkah ini diikuti oleh pembentukan sub divisi Pelindungan Pekerja Migran Indonesia di Kadin, yang dipimpin oleh Nofel.

Kadin Indonesia juga akan berpartisipasi dalam digitalisasi monitoring dengan membangun sistem pendataan PMI untuk memfasilitasi pemantauan. Dengan perangkat digital, pemerintah dapat dengan cepat mengidentifikasi masalah dan memberikan perlindungan yang lebih efektif.

“Ini adalah perlindungan digital. Kita dapat mengetahui keberadaan mereka di mana pun mereka berada. Sehingga tidak ada lagi kasus penyiksaan atau masalah lainnya. Kita akan melakukan pengecekan secara berkala untuk memastikan keamanan dan kesesuaian penempatan mereka,” papar Nofel.

Kadin telah menjalin kerja sama dengan Musaned, BUMN Arab Saudi yang mengelola sistem perlindungan pekerja migran. Melalui kerja sama ini, data PMI di Arab Saudi dapat diakses secara rinci.

Dengan digitalisasi monitoring, Kadin Indonesia akan berperan aktif dalam memeriksa kesiapan perusahaan penyedia pekerja migran, termasuk fasilitas kesehatan.

Kadin Indonesia, melalui program quick win keempatnya, mendukung Program Pemenuhan Skilled Worker pasar tenaga kerja luar negeri, yang dikenal sebagai Program Pekerja Migran Gotong Royong.

Ketua Umum Kadin Indonesia Anindya Novyan Bakrie mengumumkan, penandatanganan MoU dengan Menteri P2MI Abdul Kadir Karding untuk bekerja sama dalam diseminasi informasi peluang kerja skilled worker.

“Diseminasi ini telah kami mulai dengan melibatkan perusahaan P3MI anggota Kadin. Kami juga akan bekerja sama dalam rekrutmen calon pekerja migran,” jelas Anin sapaan akrabnya.

Kadin Indonesia juga akan membangun show case penyediaan pekerja migran yang memenuhi standar internasional. Diharapkan, fasilitas ini akan beroperasi sebelum 17 Agustus 2025.

Nofel mengungkapkan bahwa Kadin Indonesia akan memanfaatkan gedung di Bekasi sebagai show case Kadin Training Center, sambil menunggu pembangunan pusat pelatihan yang lebih besar di Lebak, Banten.

Di Kadin Training Center, akan diselenggarakan pelatihan khusus yang disesuaikan dengan negara tujuan.

“Misalnya, untuk Jepang, budaya Jepang akan diintegrasikan ke dalam pelatihan agar para pekerja tidak mengalami culture shock,” terang Nofel.
Hal serupa juga akan diterapkan untuk kluster Timur Tengah dan Eropa.

“Sebelum keberangkatan, mereka akan mengikuti program inkubasi di sini,” tambahnya.

Kadin Indonesia juga akan melakukan rating dan monitoring terhadap 486 perusahaan penyedia pekerja migran untuk menjaga kualitas.

Nofel berharap agar penempatan pekerja migran dapat diperluas ke negara-negara zero cost, seperti Malaysia dan Timur Tengah.

Zero cost yang berarti para PMI yang ditempatkan, tidak akan dipungut bayaran atau dipotong sepeserpun karena mulai dari pelatihan mereka telah dibiayai oleh perusahaan pencari jasa di negara asal.

“(Perusahaan pencari pekerja) akan menanggung semua biaya, mulai dari tiket, pelatihan, hingga dokumen-dokumen, sampai mereka kembali ke Indonesia,” pungkas Nofel.

You may also like

Leave a Comment