Forum Chief Executive Officer (CEO) India-Indonesia yang dipimpin Co-Chair India, Ajay Shriram dan Co-Chair Indonesia, Anindya Novyan Bakrie menggelar pertemuan di New Delhi, India, Sabtu (25/1/2025). Mereka merilis pernyataan bersama tentang lima sektor bisnis prioritas, yaitu layanan kesehatan, pangan dan pertanian, manufaktur, energi, serta teknologi.
Berikut isi lengkap dokumen pernyataan bersama yang ditandatangani Ajay Shriram dan Anindya Bakrie tersebut:
A. Lingkungan Investasi di Indonesia
- Investor di Indonesia berkontribusi pada penciptaan lapangan kerja lokal, pertumbuhan ekonomi, kemajuan teknologi, pembangkitan devisa (melalui ekspor), dan tanggung jawab sosial perusahaan di samping investasi modal. Karena itu, mereka harus diprioritaskan untuk kemudahan berbisnis. Untuk menjaga kualitas dan efisiensi, investor sering mengimpor barang dari perusahaan induk, tetapi hambatan regulasi, seperti kuota, izin, dan lisensi dapat mengganggu pasokan tepat waktu dan operasi yang lancar.
- Proses regulasi seperti lisensi kuota, izin, registrasi produk (memakan waktu 6 bulan hingga 2 tahun), inspeksi prapengiriman, dan persyaratan teknis telah memakan waktu dan mengurangi efisiensi biaya. Selain itu, pengalihan pengawasan ke prapengiriman untuk produk tertentu dapat memperpanjang waktu bea dan cukai, karena izin impor harus diverifikasi sebelum produk dapat meninggalkan wilayah pabean. Akan sangat membantu jika proses persetujuan/inspeksi lebih cepat dan dilakukan dalam jangka waktu yang lebih singkat sehingga meningkatkan efisiensi. Selain itu, perlu dipastikan bahwa kuota tidak dikenakan pada barang yang tidak tersedia/diproduksi di Indonesia.
- Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) merupakan elemen kunci dalam rantai pasokan lokal yang diterapkan pemerintah dalam proses pengadaan di seluruh lembaga dan kementerian (K/L). TKDN mengukur proporsi komponen dalam negeri yang digunakan dalam produksi barang, jasa, atau keduanya, yang dinyatakan dalam persentase. Namun, dalam kasus tertentu, pengadaan dalam negeri tidak mungkin dilakukan tanpa memengaruhi kualitas dan efisiensi. Kami merekomendasikan penerapan pengadaan secara bertahap dalam proyek pemerintah untuk meminimalisasi gangguan terhadap biaya, kualitas, dan kelayakan.

B. Peluang Sektoral bagi Perusahaan India
Forum CEO India-Indonesia telah mengidentifikasi sektor-sektor dengan potensi tinggi untuk kerja sama ekonomi bilateral dan meminta kedua pemerintah memperkuat lingkungan yang memungkinkan investasi bersama.
1. Layanan Kesehatan
Layanan kesehatan dan wisata bernilai medis beserta investasi di rumah sakit (RS) dianggap sebagai sektor dengan peluang besar, mengingat kekuatan India dalam perawatan medis. RS India telah menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan RS Indonesia. Perusahaan India dapat mendirikan lebih banyak RS di Indonesia atau mendukung wisata bernilai medis dengan beberapa masalah yang ditangani.
Masalah:
* Persyaratan perizinan: Dokter asing harus memperoleh lisensi untuk menjalankan praktik kedokteran di Indonesia. Hal ini biasanya melibatkan pemenuhan persyaratan pendidikan dan profesional tertentu, lulus ujian kompetensi, dan memenuhi kewajiban regulasi lainnya.
* Cakupan Praktik Terbatas: Cakupan praktik dokter asing mungkin terbatas, sering kali terbatas pada bidang khusus atau bekerja di lembaga layanan kesehatan yang ditunjuk.
* Kerangka Perizinan dan Regulasi Telemedicine: UU di Indonesia mengharuskan penyedia layanan kesehatan yang menawarkan layanan telemedicine di dalam negeri untuk memiliki lisensi dan terdaftar di Indonesia.
Rekomendasi:
* Memperbaiki proses perizinan dokter India.
* Memfasilitasi kemitraan publik-swasta (KPS) atau usaha patungan antara penyedia layanan kesehatan India dan Indonesia untuk bekerja sama mengatasi tantangan kesehatan.
* Dengan mempromosikan wisata medis ke India, Indonesia dapat meningkatkan akses ke layanan kesehatan yang terjangkau dan berkualitas tinggi bagi warganya. India terkenal karena menawarkan layanan kesehatan berkualitas tinggi dengan biaya yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan banyak negara maju.
* Insentif bagi rumah sakit India yang datang ke Indonesia.
Farmasi
Perusahaan farmasi India dapat membantu mencapai tujuan Indonesia mengurangi ketergantungan terhadap active pharmaceutical ingredients (API) impor, sehingga memungkinkan peningkatan perawatan medis berkualitas dengan harga terjangkau.

Isu dan Rekomendasi:
Untuk perhitungan TKDN (Peraturan Menperin No 16 Tahun 2020) bagi pemegang saham sebagai kepemilikan asing (penanaman modal asing/PMA), hanya 80% peralatan pada semua parameter (bahan baku, formulasi, produksi, pengemasan) yang dilakukan. Hal ini mengurangi manfaat hingga 8%.
Berdasarkan Undang-Undang No 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, perusahaan lokal/penanaman modal dalam negeri (PMDN) yang dianggap sebagai penanam modal dalam negeri dapat berupa perorangan WNI, badan usaha Indonesia, badan usaha RI, atau daerah yang melakukan penanaman modal di wilayah RI.
* Sebagian besar otoritas regulasi global memberikan persetujuan prioritas jalur cepat untuk produk yang disetujui oleh Otoritas Regulasi Ketat seperti USFDA, UK MHRA, Eropa, Kanada, dan Australia, karena produk-produk ini diproduksi di fasilitas yang diaudit dan disetujui oleh otoritas ini, oleh karena itu, produk-produk tersebut memenuhi standar global yang paling ketat. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Indonesia dapat memberikan persetujuan prioritas sehingga perusahaan farmasi India dapat memperkenalkan produk baru dengan harga yang terjangkau.
* Kekayaan Intelektual merupakan area perhatian yang krusial. India mengakui paten produk dan tidak mengizinkan perpanjangan jangka waktu paten. Karena itu, perusahaan farmasi India dapat memproduksi dan mengekspor obat generik yang tidak memiliki paten segera setelah paten produk berakhir. Namun, di Indonesia, paten diberikan untuk aspek lain, seperti garam, polimorf, dan ukuran partikel, yang memperpanjang jangka waktu paten. Hal ini menunda masuknya pemain generik. BPOM dan otoritas IP Indonesia dapat mengizinkan perusahaan Farmasi India untuk menyerahkan berkas produk, setelah produk tersebut tidak lagi dipatenkan di India.
2. Pangan dan Pertanian
Masalah:
Industri benih dan regulasi impor benih diatur pemerintah (Permentan No 127 Tahun 2014 dan Permentan No 38 Tahun 2019). Berdasarkan peraturan tersebut, benih tanaman pangan dapat diimpor hingga 2 tahun dan padi hibrida hingga 3 tahun setelah memperoleh pelepasan varietas. Setelah memperoleh pelepasan varietas, benih harus diproduksi di dalam negeri Indonesia.
Hal ini berlaku bagi tanaman pangan (padi, jagung, sorgum) dan tanaman sayuran (jagung manis, tomat, cabai, okra). Transfer teknologi setelah pengenalan proses hibrida dari negara lain ke produksi benih lokal Indonesia memerlukan waktu untuk membangun keandalan. Terkadang hal ini memerlukan waktu lebih dari 2 tahun atau lebih dari 2 musim produksi untuk jagung dan sorgum.
Rekomendasi:
* Memperkuat produksi lokal bagi beberapa hibrida yang membutuhkan waktu lebih dari 2 tahun, karena faktor teknis agronomi, pemerintah perlu memberikan dukungan untuk menerbitkan persetujuan khusus impor hibrida atau komoditas yang sama dari negara lain guna mendukung ketersediaan stok dan memenuhi kebutuhan pelanggan dari benih berkualitas tinggi.
* Fleksibilitas dalam kebijakan ekspor dan impor benih tanaman pangan, padi hibrida, dan sayuran penting untuk melayani petani dan memberikan pilihan benih terbaik untuk diproduksi.
* India menawarkan plasma nutfah terbaik untuk jagung hibrida, sorgum hibrida, dan beberapa sayuran yang dapat diimpor dan ditanam di Indonesia dengan biaya produksi yang efisien.
Bahan Kimia Pertanian dan Pupuk
Untuk mengimpor komoditas ini, perusahaan harus mengajukan izin distributor di Kementerian Pertanian dan ini memakan waktu sekitar 1 tahun untuk pupuk dan 2 tahun untuk pestisida.
Untuk Sertifikat Asal (COO), Pemerintah India menerbitkan COO elektronik bersama kode batang. Tetapi dalam praktiknya, di Indonesia diperlukan dokumen asli.
Rekomendasi:
* Izin distributor dapat diproses dalam waktu yang lebih singkat agar pupuk dan bahan kimia pertanian tersedia lebih cepat di Indonesia.
* Akan sangat membantu jika salinan lunak elektronik COO yang diterbitkan pemerintah India dapat digunakan untuk proses izin.

3. Manufaktur
Masalah:
Implementasi e-COO: Saat mengimpor barang dari India, diperlukan Sertifikat Asal (COO) asli. Stok dapat dibereskan tanpa COO dan COO dapat diserahkan dalam waktu 2 bulan setelah bea cukai. Namun, berdasarkan pengalaman, jika kontainer berada di bawah bendera merah, maka otoritas Bea dan Cukai meminta dokumentasi lengkap (termasuk COO). Jika COO asli tidak ada, denda akan dikenakan.
Rekomendasi:
Kami mengusulkan penerimaan proses e-COO untuk mempercepat dokumentasi dan memungkinkan produsen menurunkan biaya operasional.
4. Energi
Masalah:
Ketidakpastian Regulasi: Sering terjadi penundaan dan ketidakkonsistenan dalam kerangka kebijakan yang terkait dengan tarif energi terbarukan dan akses jaringan. Proses persetujuan dan izin dapat berlarut-larut, terutama untuk pembebasan lahan dan izin lingkungan. Keterbatasan Infrastruktur dan Finansial: Mekanisme pembagian risiko yang terbatas dan biaya modal yang tinggi menghalangi investasi asing dalam proyek energi.
Rekomendasi:
* Mengembangkan mekanisme izin single window untuk proyek energi terbarukan dan menetapkan perjanjian bilateral untuk memastikan keberlanjutan kebijakan dan komitmen bersama terhadap tujuan transisi energi dapat mempercepat proses investasi.
* Kami juga menyarankan pembangunan kapasitas domestik dengan akses ke teknologi global yang canggih dan peluncuran program bersama untuk R&D dalam energi terbarukan.
* Beberapa perusahaan India siap membantu pengembangan dan pelaksanaan inisiatif untuk mengatasi hambatan ini. Dengan memanfaatkan pengalaman mereka dalam melaksanakan proyek energi terbarukan berskala besar dan bekerja sama dengan negara-negara anggota Aliansi Tenaga Surya Internasional, mereka dapat berkontribusi menciptakan kerangka kerja yang dapat ditindaklanjuti dan memfasilitasi platform berbagi teknologi.
5. Teknologi
India adalah pemimpin global dalam inovasi dan teknologi serta pengekspor layanan perangkat lunak terbesar. Pasar Indonesia menghadirkan tantangan karena kompleksitas birokrasi, prosedur perizinan, dan pembatasan kepemilikan asing di sektor-sektor tertentu. Meskipun pemerintah Indonesia telah memperkenalkan langkah-langkah untuk menyederhanakan perizinan usaha, perusahaan sering mengalami penundaan dan ketidakpastian saat menyiapkan operasi.
Masalah:
* Peraturan terkait teknologi di Indonesia mempersulit masuknya pasar dan inovasi. Misalnya produk perangkat keras dan perangkat lunak tertentu harus menjalani sertifikasi oleh otoritas setempat, yang seringkali memakan waktu dan rumit. Selain itu, keterbatasan penyedia teknologi asing di sektor-sektor utama dapat membatasi peluang bagi perusahaan internasional.
* Niat Indonesia mengenakan bea dan cukai terhadap produk digital telah menimbulkan ketidakpastian. Langkah ini dapat bertentangan dengan komitmen lama Indonesia di bawah Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) untuk menghindari pengenaan bea pada transmisi elektronik.
* Rezim HAKI Indonesia menghadapi kesenjangan dalam penegakan dan perlindungan.
Rekomendasi:
* Dengan terus berkembangnya infrastruktur 5G di Indonesia, ada permintaan yang signifikan untuk teknologi komunikasi canggih. Dengan regulasi yang lebih mudah, perusahaan dari kedua belah pihak dapat berkolaborasi untuk menciptakan infrastruktur 5G.
* Dengan semakin banyaknya adopsi otomatisasi dan robotika di industri Indonesia, permintaan untuk teknologi antarmuka manusia-mesin yang canggih pun meningkat. Teknologi ini memungkinkan interaksi yang lancar antara manusia dan mesin, meningkatkan produktivitas dan memastikan keselamatan di seluruh sektor seperti manufaktur, perawatan kesehatan, dan transportasi. India dan Indonesia dapat bersama-sama melakukan penelitian dan pengembangan di bidang ini.
* Langkah-langkah perlindungan dan penegakan IP yang lebih kuat dan sesuai dengan standar internasional akan membantu mendorong investasi teknologi dan meningkatkan kemitraan kreativitas.
C. Lingkungan Investasi di India
Kontribusi Investor dan Kemudahan Berbisnis
Investor di India memainkan peran penting dalam mendorong penciptaan lapangan kerja, pembangunan ekonomi, kemajuan teknologi, pertumbuhan ekspor, dan tanggung jawab sosial perusahaan. Untuk meningkatkan daya tarik dan retensi investasi, kerangka regulasi harus memastikan proses yang lancar dan transparan bagi bisnis.
India telah membuat langkah maju dalam meningkatkan iklim bisnisnya, terbukti pada meningkatnya peringkat Kemudahan Berbisnis India. Namun, berbagai masalah seperti kerangka kepatuhan yang rumit, yurisdiksi yang tumpang tindih, dan proses persetujuan yang panjang sering kali menghambat efisiensi operasional.
Menyederhanakan proses-proses ini, memastikan mekanisme penyelesaian yang cepat, dan mempromosikan sistem perizinan satu pintu dapat meningkatkan kepercayaan investor.

Tantangan Regulasi dan Efisiensi
Persyaratan regulasi di India, seperti perizinan, izin lingkungan, dan persetujuan khusus sektor sering kali melibatkan waktu yang signifikan dan kompleksitas prosedural. Misalnya persetujuan yang terkait dengan akuisisi lahan, izin konstruksi, dan sambungan listrik dapat menyebabkan keterlambatan proyek.
Upaya untuk mendigitalkan proses dan mengurangi birokrasi melalui inisiatif seperti “India Digital” telah menunjukkan hasil yang menjanjikan. Tetapi langkah-langkah lebih lanjut diperlukan untuk memastikan keseragaman di seluruh negara bagian.
Menetapkan jadwal persetujuan yang ditetapkan dengan baik, meningkatkan koordinasi antardepartemen, dan meningkatkan prediktabilitas perubahan regulasi dapat secara signifikan meningkatkan efisiensi biaya bagi investor.
Pengadaan dan Lokalisasi dalam Negeri
India telah menekankan pengadaan dan produksi dalam negeri melalui inisiatif seperti “Buatan India” dan skema Insentif terkait Produksi (PLI). Program-program ini mendorong penggunaan komponen dalam negeri untuk mengurangi ketergantungan impor dan meningkatkan industri lokal.
Namun, mewajibkan konten lokal tingkat tinggi di sektor-sektor yang tidak memiliki alternatif dalam negeri atau tidak memenuhi standar global dapat memengaruhi kelayakan dan kualitas proyek. Pendekatan bertahap terhadap lokalisasi, ditambah dengan insentif untuk mengembangkan kemampuan dalam negeri, dapat memastikan penerapan kebijakan ini secara seimbang dan berkelanjutan.
Infrastruktur dan Logistik
Meskipun telah ada investasi besar dalam pengembangan infrastruktur, logistik dan efisiensi rantai pasokan India masih perlu ditingkatkan. Tantangan seperti kemacetan di pelabuhan, konektivitas last-mile yang tidak memadai, dan inkonsistensi dalam manajemen pengiriman berkontribusi pada peningkatan biaya operasional bagi investor.
Kebijakan yang berfokus pada modernisasi infrastruktur, integrasi jaringan logistik, dan pemanfaatan teknologi untuk pelacakan dan pengoptimalan waktu nyata dapat meningkatkan daya tarik India sebagai tujuan investasi.
Perpajakan dan Stabilitas Kebijakan
India telah memperkenalkan reformasi, seperti Pajak Barang dan Jasa (GST) untuk menyederhanakan rezim pajak dan mendorong pasar yang seragam. Namun, perubahan kebijakan yang sering terjadi dan perpajakan retrospektif, terkadang, menciptakan ketidakpastian di kalangan investor.
Memastikan stabilitas kebijakan, menawarkan pedoman yang jelas untuk penyelesaian sengketa, dan mendorong dialog yang transparan antara bisnis dan pembuat kebijakan dapat meningkatkan kepercayaan investor dan komitmen jangka panjang.
D. Peluang Sektoral bagi Perusahaan Indonesia
1. Kesehatan
Masalah:
* Kompleksitas Regulasi: Sektor farmasi dan kesehatan di India diatur secara ketat, dengan persetujuan yang diperlukan dari berbagai lembaga, seperti Central Drugs Standard Control Organization (CDSCO) dan otoritas tingkat negara bagian. Hal ini dapat mengakibatkan keterlambatan dalam memperoleh lisensi yang diperlukan untuk produksi, distribusi, dan uji klinis.
* Persaingan Pasar dan Tekanan Harga: Pasar farmasi India sangat kompetitif, dengan banyak pemain domestik dan internasional. Kontrol harga pada obat-obatan esensial di bawah Drug Price Control Order (DPCO) semakin mengurangi margin keuntungan, menciptakan tantangan bagi pendatang asing dalam mempertahankan harga yang kompetitif sambil memastikan kualitas.
* Perlindungan Kekayaan Intelektual: Meskipun India telah memperkuat rezim kekayaan intelektual (IP), masalah seperti lisensi wajib dan perlindungan paten terbatas untuk inovasi tambahan dapat menghalangi investasi. Kekhawatiran ini khususnya relevan bagi perusahaan yang mengembangkan obat-obatan berpemilik atau solusi perawatan kesehatan khusus.
Rekomendasi:
* Sederhanakan proses masuk dan berikan dukungan regulasi: Bentuk desk investasi bilateral di bidang kesehatan dan farmasi untuk membantu perusahaan Indonesia menavigasi lingkungan regulasi India. Desk ini dapat memberikan dukungan menyeluruh, termasuk bantuan untuk lisensi, persetujuan, dan kepatuhan terhadap standar India, sehingga mengurangi hambatan masuk.
* Dorong kemitraan strategis dan usaha patungan: Dorong kolaborasi perusahaan Indonesia dengan penyedia layanan kesehatan, produsen, dan lembaga penelitian India. Kemitraan semacam itu dapat membantu berbagi pengetahuan pasar, mengurangi biaya, dan memanfaatkan keahlian lokal sekaligus mendorong transfer teknologi dan inovasi.
* Insentif dan manfaat pajak khusus sektor: Tawarkan insentif untuk investasi asing di area sistem layanan kesehatan India yang kurang terlayani, seperti layanan kesehatan perdesaan dan obat-obatan yang terjangkau. Pemerintah India juga dapat memperluas manfaat pajak di bawah program seperti “Buatan India” untuk investasi dalam membangun infrastruktur layanan kesehatan atau mendirikan fasilitas manufaktur.
2. Pangan dan Pertanian
Masalah:
* Peraturan pertanian yang rumit: Sektor pertanian India diatur oleh gabungan undang-undang tingkat pusat dan negara bagian, yang menciptakan kerangka peraturan yang terfragmentasi. Kebijakan seperti pembatasan investasi asing dalam ritel multimerek dan harga dukungan minimum (MSP) untuk tanaman tertentu dapat mempersulit masuknya pasar dan perencanaan operasional bagi perusahaan asing.
* Tantangan logistik dan rantai pasokan: Meskipun ada perbaikan, rantai pasokan pertanian India tetap tidak efisien karena infrastruktur gudang berpendingin yang tidak memadai, biaya transportasi yang tinggi, dan kerugian pascapanen. Tantangan ini dapat memengaruhi profitabilitas perusahaan asing yang ingin memperdagangkan atau memproses produk pertanian.
* Akses pasar dan tarif: Tarif tinggi untuk produk makanan impor tertentu dan hambatan nontarif, seperti persyaratan pelabelan dan sertifikasi yang ketat, dapat mempersulit perusahaan Indonesia untuk bersaing secara efektif di pasar India.
Rekomendasi:
* Sederhanakan proses regulasi dan dorong perjanjian bilateral: Bentuk forum agribisnis India-india untuk mengatasi kompleksitas regulasi dan mendorong dialog antara pemerintah dan bisnis. Forum ini dapat menegosiasikan perjanjian fasilitasi perdagangan, mengurangi tarif, dan menciptakan lingkungan regulasi yang lebih transparan untuk investasi pangan dan pertanian.
* Berinvestasi dalam kolaborasi infrastruktur dan teknologi: Dorong perusahaan Indonesia bermitra dengan perusahaan India atau pemda untuk berinvestasi dalam gudang berpendingin, logistik rantai pasokan, dan unit pemrosesan pertanian. Kemitraan publik-swasta (KPS) juga dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan sistem yang berkelanjutan dan efisien, yang menguntungkan kedua pasar.
* Targetkan segmen bernilai tambah dan pasar khusus: Fokus pada area dengan pertumbuhan tinggi seperti makanan organik, minyak khusus, atau produk makanan olahan, yang sejalan dengan permintaan konsumen yang terus meningkat di India. Perusahaan Indonesia dapat mengeksplorasi peluang memasok produk minyak sawit berkelanjutan dan menargetkan ekspor pertanian premium.
3. Manufaktur
Masalah:
* Tantangan regulasi dan kebijakan: Sektor manufaktur India diatur oleh regulasi yang rumit, termasuk undang-undang ketenagakerjaan, izin lingkungan, dan persyaratan khusus sektor. Kepatuhan terhadap undang-undang ini dapat memakan waktu dan sangat bervariasi di setiap negara bagian, sehingga meningkatkan ketidakpastian bagi investor asing.
* Kekurangan infrastruktur: Meskipun India membuat langkah signifikan dalam pengembangan infrastruktur, tantangan seperti kawasan industri yang tidak memadai, pasokan listrik yang tidak konsisten, dan konektivitas last-mile yang terbatas terus menghambat operasi manufaktur.
* Hambatan perdagangan dan rantai pasokan: Bea masuk untuk mesin, bahan baku, dan komponen dapat meningkatkan biaya bagi produsen. Selain itu, keterlambatan dalam bea cukai dan inefisiensi dalam jaringan logistik dapat mengganggu rantai pasokan dan meningkatkan waktu tunggu.
Rekomendasi:
* Sederhanakan regulasi dan tingkatkan stabilitas kebijakan: India harus menyederhanakan proses regulasi dan mengurangi hambatan birokrasi di sektor manufaktur. Menerapkan UU ketenagakerjaan yang seragam, menyederhanakan proses perizinan lingkungan, dan menawarkan kebijakan yang konsisten di seluruh negara bagian akan memudahkan produsen Indonesia mendirikan dan mengoperasikan fasilitas. Mengembangkan sistem perizinan satu jendela khusus untuk investor asing dapat lebih meminimalkan penundaan dan meningkatkan kemudahan berbisnis.
* Buat program insentif yang ditujukan untuk produsen asing: India dapat merancang insentif khusus sektor di bawah program seperti “Buatan India” dan skema Insentif Terkait Produksi (PLI) untuk menarik perusahaan Indonesia. Insentif ini dapat mencakup pembebasan pajak, pembebasan bea untuk mengimpor mesin dan bahan baku, dan subsidi untuk mendirikan pabrik manufaktur. Menawarkan akses istimewa ke klaster industri dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dengan infrastruktur yang siap pakai dapat lebih menarik investasi.
* Mempromosikan ekosistem industri kolaboratif: India harus mendorong kemitraan antara produsen India dan Indonesia untuk mendorong pertukaran pengetahuan, transfer teknologi, dan produksi bersama. Misalnya, usaha patungan di bidang-bidang dengan pertumbuhan tinggi seperti komponen otomotif, mesin berat, dan manufaktur ramah lingkungan dapat menguntungkan kedua negara. Selain itu, India dapat menyelenggarakan forum industri bilateral dan misi dagang untuk secara aktif menghubungkan investor Indonesia dengan peluang bisnis lokal.

4. Isu Energi
* Ketidakpastian kebijakan dan regulasi: Meskipun India memiliki target energi bersih yang ambisius, perubahan kebijakan yang sering terjadi, penegakan yang tidak konsisten, dan variasi regulasi di tingkat negara bagian menciptakan ketidakpastian bagi investor asing. Hal ini khususnya menjadi tantangan bagi perusahaan yang terlibat dalam proyek energi terbarukan dan teknologi energi bersih.
* Tantangan infrastruktur dan integrasi jaringan: Infrastruktur energi India, khususnya untuk energi terbarukan, menghadapi keterbatasan seperti kapasitas jaringan yang tidak memadai, kehilangan transmisi, dan keterlambatan dalam mengintegrasikan proyek energi terbarukan ke dalam jaringan. Hal ini memengaruhi kelayakan dan profitabilitas investasi energi bersih.
* Pembiayaan dan pengembalian investasi (return on investment/ROI): Proyek energi bersih sering kali memerlukan modal awal yang signifikan. Tetapi ketidakpastian regulasi, sengketa tarif, dan keterlambatan pembayaran dari utilitas dapat memengaruhi arus kas dan ROI. Ini adalah perhatian utama bagi perusahaan yang berfokus pada pengembangan atau penyediaan teknologi energi bersih.
Rekomendasi:
* Menyederhanakan kerangka kebijakan dan menawarkan kepastian jangka panjang: India harus memberikan kebijakan yang jelas, konsisten, dan jangka panjang bagi sektor energi bersih untuk menarik investasi asing. Ini termasuk memastikan penerapan kebijakan energi terbarukan yang seragam di seluruh negara bagian dan mengurangi penundaan prosedural dalam persetujuan. Menawarkan insentif yang disesuaikan, seperti pengecualian pajak atau izin prioritas, bagi investor asing dalam proyek energi bersih dapat membuat India lebih menarik bagi perusahaan Indonesia.
* Memfasilitasi kolaborasi lintas batas pada teknologi energi bersih: Pemerintah India dapat membangun platform bilateral untuk mempromosikan berbagi teknologi dan pengembangan bersama dengan perusahaan Indonesia. Ini dapat mencakup inisiatif penelitian kolaboratif untuk solusi energi bersih tingkat lanjut seperti hidrogen hijau, sistem penyimpanan energi, dan teknologi penangkapan karbon. Menyederhanakan peraturan kekayaan intelektual (IP) dan menawarkan pendanaan bersama untuk inovasi dapat lebih meningkatkan kerja sama.
* Berinvestasilah dalam infrastruktur energi terbarukan dan modernisasi jaringan: Untuk mendorong investasi asing, India harus memprioritaskan peningkatan infrastruktur energi terbarukannya, termasuk kapasitas jaringan, jaringan pintar, dan jaringan transmisi.
Dengan menciptakan peluang kemitraan publik-swasta (KPS) khusus untuk perusahaan asing dalam pengembangan infrastruktur, India dapat menarik investor Indonesia di berbagai bidang seperti taman surya, ladang angin, dan proyek integrasi jaringan. Mendukung investasi ini dengan kebijakan yang memastikan tarif yang adil dan pembayaran tepat waktu kepada produsen energi bersih akan semakin membangun kepercayaan dan menarik modal.
5. Teknologi
Masalah:
* Tantangan regulasi dan kepatuhan: Sektor teknologi India diatur oleh regulasi yang kompleks dan terus berkembang, termasuk yang terkait dengan perlindungan data, pembayaran digital, dan tata kelola kecerdasan pembuatan (AI). Ketidakpastian seputar kerangka kerja seperti UU Perlindungan Data Pribadi Digital dan persyaratan lokalisasi dapat menimbulkan rintangan bagi perusahaan asing yang memasuki pasar.
* Persaingan ketat dan kejenuhan pasar: Ekosistem teknologi India sangat kompetitif, dengan pemain domestik yang mapan, raksasa teknologi global, dan perusahaan rintisan bersaing untuk mendapatkan pangsa pasar. Hal ini membuat pendatang baru kesulitan membedakan diri dan meraih daya tarik yang signifikan, khususnya dalam layanan digital dan teknologi finansial.
* Kesenjangan infrastruktur dan konektivitas: Meskipun India telah membuat langkah signifikan dalam infrastruktur digital, daerah perdesaan dan semi-perkotaan masih menghadapi tantangan konektivitas. Hal ini membatasi skalabilitas solusi teknologi yang bergantung pada akses internet yang konsisten dan adopsi digital di wilayah yang kurang terlayani.
Rekomendasi:
* Sederhanakan kerangka regulasi dan berikan kejelasan: India harus memastikan konsistensi dan transparansi dalam regulasi yang mengatur perlindungan data, penerapan AI, dan pembayaran digital. Pedoman yang jelas tentang persyaratan kepatuhan, seperti mandat lokalisasi data dapat mempermudah perusahaan Indonesia untuk beradaptasi dan berinvestasi. Menawarkan kotak pasir regulasi khusus untuk perusahaan teknologi asing dapat lebih mendorong inovasi dan mengurangi hambatan masuk.
* Mempromosikan kolaborasi lintas batas dan perjanjian bilateral: Pemerintah India dapat membuat perjanjian bilateral khusus teknologi dengan Indonesia untuk memfasilitasi berbagi pengetahuan dan investasi. Perjanjian ini dapat mencakup ketentuan untuk mengembangkan solusi AI, platform teknologi finansial, dan proyek infrastruktur digital bersama. Pembentukan forum kemitraan teknologi khusus India-Indonesia dapat menyediakan platform untuk dialog berkelanjutan dan mengatasi tantangan operasional yang dihadapi oleh perusahaan-perusahaan Indonesia.
* Meningkatkan infrastruktur digital di daerah pedesaan dan semi perkotaan: India harus memprioritaskan perluasan konektivitas dan infrastruktur digital di daerah-daerah yang kurang terlayani. Dengan memberikan insentif bagi perusahaan asing untuk berinvestasi dalam solusi digital perdesaan dan pengembangan infrastruktur, seperti aplikasi AI untuk pertanian atau platform fintech perdesaan, India dapat menarik minat yang lebih besar dari perusahaan-perusahaan teknologi Indonesia. Kemitraan publik-swasta (KPS) di daerah-daerah ini dapat mempercepat penetrasi digital sekaligus menguntungkan kedua negara.
Forum ini merasa terhormat karena memiliki tanggung jawab untuk menyampaikan rekomendasi dari kelima sektor ini kepada kedua pemerintah dan sangat menghargai kesempatan untuk berkolaborasi dalam inisiatif-inisiatif ini.
Forum ini sangat menghargai komitmen yang ditunjukkan oleh kedua pemerintah dalam bermitra dengan industri untuk mencapai hasil yang saling menguntungkan, sehingga memperkuat hubungan bilateral.
Diputuskan bahwa Forum CEO akan diadakan secara berkala, dengan pertemuan yang diadakan secara bergantian di India dan Indonesia.Forum CEO menyampaikan penghargaannya kepada CII dan Kadin Indonesia karena telah menyelenggarakan pertemuan dengan pengaturan yang luar biasa.