Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Maruarar Sirait, mengajak Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia untuk berperan aktif dalam program ambisius pembangunan tiga juta rumah bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).
Program ini menjadi salah satu fokus utama Presiden Prabowo Subianto untuk mengatasi backlog perumahan yang masih tinggi di Indonesia.
Ara, sapaan akrab Maruarar Sirait, menilai keterlibatan Kadin Indonesia sangat penting karena anggotanya, khususnya para pengembang perumahan, memiliki pengalaman dan kapasitas besar dalam sektor ini. Dengan target yang masif, sinergi antara pemerintah dan dunia usaha menjadi sebuah kebutuhan yang mendesak untuk segera terealisasi.
“Apalagi, target program 3 juta rumah terbilang besar sehingga sinergi dengan dunia usaha sangat penting,” ujar Maruarar di sela-sela Forum Diskusi bertajuk ESG (Environmental, Social, Governance) and Green Financing in Indonesia yang digelar di Menara Kadin Indonesia, Jakarta, Kamis (6/2/2025).
Ara secara khusus meminta Ketua Umum Kadin Indonesia, Anindya Novyan Bakrie, untuk memperkenalkan konsep Central Purchasing, yaitu sistem pembelian bahan baku terpusat, guna menghemat biaya pembangunan.
Seperti diketahui, Kementerian PKP telah mengantongi beberapa terobosan untuk melaksanakan program 3 juta rumah dalam 1 tahun. Program ini akan diajukan untuk dimasukkan ke dalam proyek strategis nasional (PSN), kemudian skema pendanaan fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) menjadi 50:50 dari pemerintah dan perbankan.
Ara menambahkan, dengan konsolidasi seluruh anggota Kadin baik Kadin Provinsi Kabupaten/Kota maupun Anggota Luar Biasa (ALB) terutama dalam hal pembelian material seperti semen, maka efisiensi yang dihasilkan diyakini akan signifikan.
“Saya titip Pak Anin (panggilan akrab Anindya Novyan Bakrie), di sini banyak orang-orang yang hebat. Saran saya, lakukan efisiensi sebagai perusahaan, salah satunya, tolong dipersiapkan konsep Central Purchasing,” kata Ara.
Menanggapi hal itu, Anin menegaskan, Kadin Indonesia sangat mendukung Program 3 Juta Rumah Pemerintahan Prabowo-Gibran. Menurutnya, hal ini karena disepanjang sejarah Indonesia berdiri sebagai sebuah negara, inilah kesempatan bagi MBR untuk bisa mendapatkan rumah.
“Karena (dalam program 3 juta rumah) insentifnya luar biasa. PPN (Pajak Pertambahan Nilai) dihilangkan. Lalu juga dulu namanya IMB (Izin Mendirikan Bangunan), sekarang PBG (Persetujuan Bangunan Gedung) juga dihilangkan. Lalu ada 5 persen untuk BPHTB juga dihilangkan. Nah, itu contoh bahwa program ini sangat inovatif dan benar-benar mempunyai insentif yang baik,” kata Anin.
Di sisi lain, Anin mengaku sangat mengapresiasi Menteri PKP Maruarar Sirait yang terus menggenjot program tersebut. Meskipun, anggaran kementeriannya di 2025 dipangkas dari awalnya Rp5,2 triliun menjadi sekitar Rp1,6 triliun.
Sebelumnya diberitakan, Presiden Prabowo Subianto telah menerbitkan Inpres Nomor 1 Tahun 2025 yang terbit dan berlaku pada 22 Januari 2025. Langkah itu sebagai upaya pemerintah melakukan efisiensi anggaran hingga Rp 306,69 triliun dari total belanja negara 2025 sebesar Rp 3.621,3 triliun.
Efisiensi itu, meliputi belanja operasional dan non operasional sekurang-kurangnya belanja operasional perkantoran, pemeliharaan, perjalanan dinas, bantuan pemerintah, pembangunan infrastruktur, serta pengadaan peralatan dan mesin. Namun, efisiensi ini tidak termasuk untuk belanja pegawai dan belanja bantuan sosial.
“Tapi dengan berkolaborasi, saya yakin hasilnya bisa tercapai,” tegas Anin.
Tujuannya, lanjut Anin, tak lain agar bagaimana kepentingan masyarakat, negara, dan industri, yang dalam hal ini diwakili oleh para pengusaha kecil-menegah di sektor perumahan, bisa benar-benar terakomodir dengan realisasi target pada program 3 juta rumah tersebut.
“Di sinilah Kadin harus memikirkan kepentingan masyarakat luas, memikirkan negara, tapi juga membuat industrialisasi supaya para pengusaha bisa menjadi besar juga. Bukan pengusaha yang sudah besar, tapi (bagi) pengusaha pemula, pengusaha menengah,” tandasnya.
ESG dan Green Financing
Sementara itu, para pelaku usaha di sektor properti saat ini dihadapkan pada tuntutan untuk menyelaraskan pengembangan dengan standar ESG (Lingkungan, Sosial dan Tata Kelola) yang baik, dapat menarik investasi dan mengadopsi skema green financing (pembiayaan hijau) yang tepat.
Ketua Umum Kadin Indonesia Anindya Novyan Bakrie juga mendorong implementasi ESG serta pembiayaan hijau di sektor perumahan. Menurutnya, baik aspek ESG maupun pembiayaan hijau sangat penting dalam menggenjot program 3 juta rumah, utamanya dari sisi perusahaan pengembang perumahan yang terlibat di dalamnya.
“Nah, dari sisi korporasi ini (pembiayaan hijau) nomor satu, dan apabila kita bisa barengi dengan ESG tentu sangat baik,” tegasnya.
Sementara itu, Business Development Director Asia GRESB, Trey Arche menambahkan, pembiayaan hijau di sektor properti merupakan salah satu cara untuk mendukung pengembangan properti yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Ke depan, pelaku usaha harus menemukan skema khusus yang memang cocok dan bisa diaplikasikan dalam pengembangan sektor properti di Indonesia.
“Investasi pengembangan di sektor hijau akan menjadi tren baru yang sejalan dengan kebutuhan kualitas hidup manusia terhadap kelestarian lingkungan,” ujar Trey.
Menurutnya, selain peningkatan terhadap efiensi energi, penerapan praktik ESG dalam industri properti juga dapat meningkatkan efisiensi terhadap pembiayaan dan operasional dalam jangka panjang.
“Ke depan, diharapkan akan ada berbagai platform pembiayaan alternatif agar industri properti yang ramah lingkungan dapat berkembang,” pungkasnya.